Dipahami sebagai keyakinan yang dianut oleh individu. Kemudian dipahami sebagai seperangkat keyakinan khusus yang dianut oleh para individu.
Pendukung Pandangan ini Adalah:
- Aristoteles, Plato, Rene Descartes
- Kaum Solipsisme (solo ipse)
- Kaum Realisme Epistemologis
- Kaum Idealisme Epistemologis
- Menggagas pengetahuan sebagai suatu keadaan mental yang khusus (semacam kepercayaan yang istimewa)
- Pengalaman subjektif sebagai titik tolak pengetahuan dari data indrawi / intuisi diri sendiri.
- Prinsip tentang alasan cukup. Pengalaman bersifat personal, benar secara pasti dan menyakinkan karen berlaku sebagai pengetahuan langsung dari diri subjek.
Descartes (Cogito ergo sum cogitans: saya berpikir maka saya adalah pengada yang berpikir). "Berpikir" tidak ia maksud secara ekslusif pada penalaran saja tapi melihat, mendengar, merasa, senang atau sakit. Seluruh kegiatan sadar masuk dalam kegiatan "berpikir".
Realisme Epistemologis berpendapat bahwa kesadaran menghubungkan saya dengan "apa yang lain" dalam diri saya.
Idealisme Epistemologis berpendapat bahwa setiap tindakan mengetahui akhir di dalam suatu ide, merupakan suatu peristiwa subjektif murni.
Satu - satunya hal yang dapat kita ketahui dengan pasti adalah diri kita sendiri dan kegiatan sadar kita. Pengetauan tentang diri sendiri = pengetahuan langsung. Semua pengetahuan tetang sesuatu "yang bukan aku" / "diluar diri sendiri" diragukan kebenarannya. Dan juga merupakan pengetahuan tidak langsung.
Descartes menolak skeptisme yang membawanya justru ke arah subjektivisme. Sikap dasar skeptisme adalah tidak pernah tahu tentang apa pun. Menurut penganutnya, mustahil manusia mencapai pengetahuan tentang sesuatu / paling kurang manusia tidak pernah merasa yakin apakah dirinya dapat mencapai pengetahuan tertentu. Mereka juga meragukan kemnungkinan manusia mengetahui sesuatu karena tidak ada bukti bahwa manusia benar - benar tahu sesuatu.
Descartes seorang rasionalis. Baginya rasio (pikiran) adalah satu - satunya sumber dan jaminan kebenaran pengetahuan. Ia meragukan pengalaman indrawi dalam jaminan kebenaran pengetahuan. Menurutnya Tuhan Yang Maha Kuasa saja yang dapat secara langsung memunculkan data - data indra dalam kesadaran kita tanpa harus ada "dunia luar" yang mendasarinya. Indera dapat memberikan pengetahuan tentang dunia fisik yang dapat dipercayai tapi kebenaran bukan karena indera sendiri dapat diandalkan, tetapi hanya berdasarkan keyakinan Tuhan yang menciptakan indera pada manusia yang tdk mungkin menipu.
Kenyataan bukti bagi keyakinan nalar akan adanya dunia luar atau “yang bukan aku” tidak kurang meyakinkan dibandingkan bukti yang tersedia bagi kenyataan adanya subyek atau “aku”. Descartes ke dalam posisi ekstrim yang disebut Solipsisme. (bahasa Latin, Solus dan ipse yang berarti “ia sendiri pada dirinya”). Keberadaan atau pengetahuan mengenai “yang lain” atau “yang bukan diri sendiri” hanya dapat disimpulkan secara tidak langsung dari kebenaran dan pengetahuan mengenai diri sendiri.
Keberadaan sesuatu di luar diri atau “yang bukan aku” dalam pengalaman sehari-hari misalnya menjadi jelas dari gejala bahasa. Kenyataan adanya bahasa selalu mengandaikan bahwa adanya pribadi atau subyek lain selain dirinya sendiri. Berkaitan dengan gejala bahasa bahwa melalui pengalaman sehari-hari terjadinya dilaog, yang mengandaikan adanya orang lain. Dalam keseluruhan proses dialog keberadaan diandaikan adanya subyek lain atau “yang bukan aku” atau dia yang menjadi lawan bicara ku.
Kesadaran akan diri sendiri bukan suatu intuisi langsung tentang diri dalam gagasan yang terpilah-pilah sebagaimana yang dipahami Descartes. Kesadaran akan diri sendiri merupakan hasil dari suatu proses bertahap melalui pengalaman pergulatan dengan dunia luar. Dalam kenyataan hidup diri sebagai subyek yang bukan hanya berfungsi sebagai penahu (knower), tetapi juga sebagai pelaku (agen) tidak bisa mengandaikan adanya “yang lain” baik sebagai obyek pengetahuan dan kegiatannya maupun sebagai sesama subyek dalam dialog.
Apabila paham subyektivisme hanya mau dikatakan tentang pentingnya peran subyek atau sisi subyektivitas pengetahuan, maka paham ini masih dapat diterima. Apabila mengklaim bahwa sesungguhnya ada dan dapat diketahui dengan pasti itu hanyalah subyek dan gagasannya, sedangkan semuanya yang lain baik adanya maupun dapat diketahui perlu diragukan, maka paham subyektivisme tersebut tidak dapat diterima. Demikian juga paham bahwa semua jenis pengatahuan itu selalu bersifat subyektif atau tidak memiliki kebenaran obyektif, paham semacam itu dalam epistemogi pantas di tolak.
Objektivisme
Suatu pandangan yang menekankan bahwa butir-butir pengetahuan manusia – dari soal yang sederhana sampai teori yang kompleks – mempunyai sifat dan ciri yang melampaui (di luar) keyakinan dan kesadaran individu (pengamat). Pengetahuan diperlakukan sebagai sesuatu yang berada diluar ketimbang di dalam pikiran manusia.
Pendukung Pandangan ini Adalah:
- Popper, Latatos, dan Marx
Obyektivisme merupakan pandangan bahwa obyek yang kita persepsikan melalui perantara indera kita itu ada dan bebas dari kesadaran manusia. Beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya. Juga dapat diartikan sebagai pandangan yang menganggap bahwa segala sesuatu yang difahami adalah tidak tergantung pada orang yang memahami.
3 Pandangan Dasar Objektivisme:
- Kebenaran itu independen terlepas dari pandang subjektif.
- Kebenaran itu datang dari bukti faktual.
- Kebenaran hanya bisa didasari dari pengalaman inderawi.
Berikut pengetahuan dalam pengertian objektivisme:
- Sepenuhnya independen dari klaim seseorang untuk mengetahuinya
- Pengetahuan itu terlepas dari keyakinan seseorang atau kecenderungan untuk menyetujuinya atau memakainya untuk bertindak.
- Pengetahuan dalam pengertian obyektivis adalah pengetahuan tanpa orang: ia adalah pengetahuan tanpa diketahui subjek.” (Karl R. Popper)
Beberapa Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Mempercayai Kebenaran Indrawi :
- Obyek harus sesuai dengan jenis indera kita. Warna-warna infra merah tidak cocok bagi indera kita.
- Organ indera harus normal dan sehat. Misalnya buta, tuli, atau buta warna. Tidak dapat melakukan penginderaan secara obyektif.
- Karena obyek ditangkap melalui medium, maka medium itu harus ada. Misalnya, warna akan ditangkat idera dengan tepat apabila di bawah sinar matahari dari pada di bawah sinar merah yang digunakan untuk mencetak foto.
- Obyek khusus merupakan data yang ditangkap hanya oleh satu indera. Misalnya, warna, suara, bau.
- Obyek umum merupakan data yang dapat ditangkap oleh lebih dari satu indera. Misalnya keluasan dan gerakan yang dapat dilhat dan diraba atau oleh indera lainnya.
sumber dari (IV) Subyektivisme dan Obyektivisme
blognya rapi deh haha tapi tulisannya kalau bisa digedein dikit lagi deh supaya mudah dibaca hehe gua kasih nilai 83 ya :D
ReplyDeleteOkk..makasih ya buat saran, comment & nilainya =D
Deletesubjektif dan objektif, dua kata yang sering sekali dipakai di kehidupan sehari hari.. jadi tahu asal muasalnya deh. thank you buat informasinya :D
ReplyDeletesama - sama =D
Deleteyoutube - Videoodl.cc: Video Gaming - YouTube
ReplyDeleteyoutube. videogames-video-gaming-youtube Videos, movies, videos, video games, youtube to mp3 and so much more! · Watch for yourself the greatest video game, or the most popular movie of all time!