Tuesday, October 7, 2014

Eksistensialisme menurut Kierkegaard dan Sartre

Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

Eksistensialisme? 

     Ex = keluar, sistentia (sistere) = berdiri. Manuisa bereksistensi = manusia baru menemukan diri sebagai aku dengan keluar dari dirinya. Merupakan aliran filsafat yang pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya yang khas di tengah mahluk lainnya.  Jiwa mahluk eksistensialisme adalah pandangan manusia sebagai eksitensi. Hanya manusia bereksistensi.

     Eksistensialisme dari segi isi bukan satu kesatuan tapi lebih merupakan gaya berfilsafat. Beberapa tokohnya adalah Kierkegaard, Edmund Husserl, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, Jean Paul Sartre, dll. Defenisi eksistensialisme sulit diseragamkan karena adanya perbedaan pandangan mengenai eksisrensi itu sendiri tapi ada satu hal yang sama yaitu filsafat hrs bertitik tolak pd manusia konkrit, manusia sbg eksistensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi.


Ciri - Ciri Eksistensialisme 


  • Motif pokoknya adalah cara manusia berada.
  • Bereksistensi harus diartikan secara dinamis (menciptakan diri secara aktif, berbuat, menjadi, merencanakan.)
  • Manusia dipandang terbuka, "belum selesai". Terikat pada dunia sekitar khususnya sesama. 
  • Memberi penekanan pada pengalaman konkrit.

Siapa Kierkegaard? 

     Soren Aabye Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 15 Mei 1813. Ia belajar teologi di Universitas Kopnhagen tapi tidak selesai dan ia mengalami krisis saat ayah, ibu dan 3 saudaranya meninggal. Kejadian tersebut sempat membuatnya jau dari teman dan agama dan juga tidak jadi menikah dengan tunangannya, Regina Olsen. Pada 1849 ia kembali ke agamanya (Kristen). Kemudian meninggal di tahun 1855 sebagai orang yang religius dan dipandang sebagai tokoh di gerejanya. Juga dikenal sebagai bapak eksistensialisme.

Pokok ajaran Kierkegaard 


  • Kritik terhadap Hegel: Kierkegaard memandang Hegel sebagai pemikir besar, tapi satu hal yang dilupakan Hegel menurut Kierkegaard adalah eksistensi menusia individual dan konkret. Manusia tidak dapat dibicarakan ‘pada umumnya’ atau ‘menurut hakekatnya’, karena manusia pada umumnya tidak ada.
  • Yang ada itu adalah manusia konkret yang semua penting, berbeda dan berdiri di hadapan Tuhan. Manusia itu eksistensi.Eksistensi berarti bagi Kierkegaard: merealisir diri, mengikat diri dengan bebas, dan mempraktekkan keyakinannya dan mengisi kebebasannya.
  • Hanya manusia bereksistensi, karena dunia, binatang dan sesuatu lainnya hanya ‘ada’. Juga Tuhan ‘ada’. Tapi manusia harus bereksistensi, yakni menjadi (dalam waktu) seperti ia (akan) ada (secara abadi).
  • Ada 3 cara berkesistensi / tiga sikap terhadap hidup:
    • Sikap estetis: Merengguh sebanyak mungkin kenikmatan, yang dikuasai oleh perasaan. Cara hidup yang amat bebas. Manusia harus memilih hidup terus dengan kenikmatan atau meloncat ke tingkat lebih tinggi lewat pilihan bebas.
    • Sikap etis: Sikap menerima kaidah-kaidah moral, suara hati dan memberi arah pada hidupnya. Ciri khasnya menerima ikatan perkawinan. Manusia sudah mengakui kelemahannya, tapi belum melihat cara mengatasinya. Bila ia mengakui butuh pertolongan dari atas, maka ia loncat ke sikap hidup religius.
    • Sikap religius: Berhadapan dengan Tuhan, manusia sendirian. Karena manusia religius percaya pada Allah, maka Allah memperlihatkan diriNya pada manusia. Percaya model A ialah Allah hadir dimana-mana. Yang sukar adalah percaya model B: percaya bahwa Allah menerima wajah manusiawi dalam Yesus agar bisa berjumpa dengan Dia. Kita percaya model B, bila kita percaya bahwa kita yg lahir dalam waktu bisa menjadi abadi. Kita bisa menjadi seperti yang kita percayai.
Manusia Menjadi seperti yang Dipercayainya

     Pernyataan Parmenides hingga Hegel: ‘Berpikir sama dengan berada’ ditolak oleh Kierkegaard, krn menurutnya ‘percaya itu sama dengan menjadi’. Disini dan kini manusia percaya dan menentukan bagaimana dia akan ada secara abadi. Manusia memilih eksistensinya entah sebagai penonton yang pasif, atau sebagai pemain/individu yang menentukan sendiri eksistensinya dengan mengisi kebebasannya. 

Waktu dan Keabadian 

     Setiap orang adalah campuran dari ketakterhinggaan dan keterhinggaan. Manusia adalah gerak menuju Allah, tapi juga terpisah/terasing dari Allah. Manusia dapat menyatakan YA kepada Tuhan dalam iman, atau mengatakan TIDAK. Jika ia mengatakan YA, ia akan menjadi yang ia ada. Manusia hidup dalam dua dimensi sekaligus: keabadian dan waktu. Kedua dimensi itu bertemu dalam ‘saat’. Saat adalah titik dimana waktu dan keabadian bersatu. Kita menjadi eksistensi dalam saat, yaitu saat pilihan. Pilihan itu suatu ‘loncatan’ dari waktu ke keabadian.

Subyektivitas dan Eksistensi sebagai Tugas

     Eksistensi manusia bukan sekadar suatu fakta, tapi lebih dari itu. Eksistensi manusia adalah tugas, yang harus dijalani dengan kesejatian sehingga org tidak tampil dengan semu. Bila eksistensi suatu tugas, ia harus dihayati sebagai suatu yang etis dan religius. Eksistensi sebagai tugas disertai oleh tanggung jawab. Tidak seperti berada dalam massa, eksistensi sejati memungkinkan individu memilih dan mengambil keputusan sendiri. Untuk itulah Kierkegaard menganggap subyektivitas dan eksistensi sejati itu suatu tugas.

Publik dan Individu

     Pendapat umum kerap didukung oleh khalayak ramai yang anonim belaka. Publik bagi Kierkegaard hanya abstraksi belaka, bukan realitas. Publik menjadi berbahaya bila itu dianggap nyata.

     Orang sering berusaha menggabungkan diri dalam kelompok dengan mengumpul tanda tangan. Ini bukti orang itu tidak berani tampil sendiri secara berarti. Mereka itu orang-orang lemah. Mengandalkan diri pada kekuatan numerik. Ini adalah kelemahan etis. Kierkegaard bukan menolak adanya kemungkinan bagi manusia untuk bergabung dengan yang lain. “Hanya setelah individu itu mencapai sikap etis barulah penggabungan bersama dapat disarankan. Kalau tidak, penggabungan individu yang lemah sama memuakkan seperti perkawinan antara anak-anak.”





Siapa Jean Paul Sartre?

     Lahur di Paris pada tahun 1905 dan menjadi guru di tahun 1929 lalu di tahun 1931 - 1936 menjadi dosen filsafat di Le Havre. 1941 ia menjadi tawanan perang tetapi kembali menjadi dosen di tahun 1942 - 1944 di Loycee Pasteur. Ia banyak menulis karya filsadat dan sastra. Dipengaruhi oleh Husserl dan Heidegger. 

Pemikiran Filsafat Sartre

     Bagi Sartre, manusia mengada dengan kesadaran sbg dirinya sendiri. Keberadaan manusia berbeda dengan keberadaan benda lain yang tidak punya kesadaranUntuk manusia eksistensi adalah keterbukaan, beda dengan benda lain yang keberadaannya sekaligus berarti esensinya.  Bagi manusia eksistensi mendahului esensiAsas pertama untuk memahami manusia harus mendekatinya sebagai subjektivitas. Apapun makna yang diberikan pada eksistensinya, manusia sendirilah yang bertanggungjawabTanggungjawab yang menjadi beban kita jauh lebih besar dari sekedar tanggungjawab terhadap diri kita sendiri. Tuhan tidak bisa dimintai tanggungjawab . Tuhan tidak terlibat dalam putusan yang diambil oleh manusia. Manusia adalah kebebasan, dan hanya sebagai makhluk yang bebas dia bertanggungjawab. Tanpa kebebasan eksistensi manusia menjadi absurd. Bila kebebasannya ditiadakan, maka manusia hanya sekedar esensi belaka.

Apakah yang Mengurangi Kebebasan Manusia?

Beberapa kenyataan (kefaktaan) yang mengurangi penghanyatan kebebasan:

  • Tempat kita berada: situasi yang memberi struktur pada kita, tapi juga kita beri struktur.
  • Masa lalu: tidak mungkin meniadakannya karena masa lampau menjadikan kita sebagaimana kita sekarang ini.
  • Lingkungan sekitar (Umwelt):
  • Kenyataan adanya sesama manusia dengan eksistensinya sendiri.
  • Maut =  tidak bisa ditunggu saat tibanya, walaupun pasti akan tiba.

Walaupun kefaktaan ini melekat dalam eksistensi manusia, tapi kebebasan eksistensial tidak bisa dikurangi/ditiadakan,

Kebutuhan Manusia

     Dalam eksistensi manusia, kehadiran selalu menjelama sebagai wujud yang bertubuh. Tubuh mengukuhkan kehadiran manusia.Tubuh sebagai pusat orientasi tidak bisa dipandang sebagai alat
,tapi mengukuhkan kehadiran kita sebagai eksistensi. 

Komunikasi dan Cinta 

     Komunikasi = suatu hal yang apriori tak mungkin tanpa adanya sengketa, karena setiap kali orang menemui orang lain pada akhirnya akan terjadi saling objektifikasi, yang seorang seolah - olah membekukan orang lain.  Terjadi saling pembekuan sehingga masing-masing jadi objek.

    Cinta = bentuk hubungan keinginan saling memiliki (objek cinta). Akhirnya cinta bersifat sengketa karena objektifikasi yang tak terhindarkan.



Pertanyaan Dosen

Hal apa yang menarik dalam memahami diri sendiri sebagai manusia?
  • Menurut saya yang menarik adalah fakta bahwa hanya manusia yang diberikan karunia untuk berpikir. Manusia bisa berpikir kreatif dan menciptakan hal - hal menarik yang dapat membantu sesamanya tapi masih banyak juga manusia yang tidak memanfaatkan karunia tersebut atau malas berfikir atau malah menggunakan pikiran yang ia hasilkan untuk hal - hal yang tidak baik. Misalnya seorang yang jenius dalam bidang mesin membuat alat yang dapat menghancurkan dunia (kartun banget ya? wkwkwk). Kadang juga manusia tidak dapat memahami dirinya sendiri sehingga ia tidak menyayangi dirinya dan merusak dirinya sendiri. 










     






Sumber dari power point 20141003 Eksistensialisme menurut Kierkegaard 
                     power point 20141003 Eksistensialisme Sartre - ROT
                     google image 

No comments:

Post a Comment