oleh MIKHA AGUS WIDIYANTO, M.PD.
Apakah kebenaran itu?
Kebenaran sebagai sifat pengetahuan
disebut kebenaran epistemologis. Lawan dari kebenaran
adalah salah. Secara umum kebenaran biasanya dimengerti
sebagai kesesuaian antara apa yang
dipirkan dan atau dinyatakan dengan
kenyataan yang sesungguhnya. Suatu pengetahuan atau
pernyataan di
sebut benar jika sesuai dengan kenyataan. Dengan
demikian, kenyataan menjadi suatu
ukuran penentu penilaian.
Kebenaran Menurut Plato
Kata
Yunani untuk kebenaran adalah alètheia. Pengertian
Plato tentang kebenaran secara
etimologi bahwa alètheia berarti
“ketaktersembunyiaan adanya” atau “ketersingkapan adanya”.
Selama kita terikat pada “yang ada” dan tidak masuk pada “adanya
dari yang ada”, kita belum
berjumpa dengan kebenaran, karena “adanya” itu masih
tersembunyi. Baru
ketika selubung yang
menutupi itu “semua yang ada” itu disingkapkan sehingga
terlihat oleh mata batin kita, maka
terbukalah “adanya” atau bertemulah kita
dengan kebenaran. Kebenaran dimengerti sebagai
terletak pada obyek yang diketahui, atau
pada apa yang dikejar untuk diketahui. Kebenaran sebagai
ketidaktersembunyiaan adanya itu tidak dapat dicapai manusia selama hidupnya di dunia ini.
Kebenaran Menurut Aristoteles
Aristoteles dalam memahami kebenaran lebih memusatkan perhatian pada kualitas pernyataan
yang dibuat oleh subyek penahu ketika dirinya menegaskan suatu putusan entah secara afirmatif
atau negatif. Ada
tidaknya kebenaran dalam putusan yang
bersangkutan bersifat afirmatif
(menegaskan atau menguatkan) (S itu P) atau negatif (S itu bukan P) itu tergantung pada apakah
putusan yang bersangkutan sebagai pengetahuan dalam diri subyek penahu itu sesuai atau tidak
sesuai dengan kenyataan. Dalam hal ini kebenaran dimengerti sebagai kesesuaian antara subyek si
pehanu dengan obyek yang
diketahui.
Kebenaran Menurut Kaum Positivisme Logis
Kebenaran dibedakan menjadi dua, yaitu:
A. Kebenaran Faktual
Kebenaran tentang ada tidaknya secara faktual di dunia nyata sebagaimana dialami manusia
(yang biasanya diukur dengan dapat atau tidaknya secara inderawi). Misalnya bumi bulat sebagai
pernyataan yang
memiliki kebenaran faktual atau tidak, pada prinsipnya harus bisa diuji
kebenarannya berdasarkan pengamatan inderawi. Kebenaran
faktual sebagai kebenaran yang
menambah khazanah pengetahuan kita tentang alam
semesta sejauh dapat kita alami secara
inderawi. Kebenaran
faktual kepastiannya tidak pernah mutlak dan tetap diterima sebagai benar
sejauh belum ada alternatif pandangan lain yang menggugurkannya.
B. Kebenaran Nalar
Kebenaran yang
bersifat tautologis (pengulangan gagasan) dan tidak menambah pengetahuan
baru mengenai dunia, tetapi dapat menjadi sarana yang
berdaya guna untuk memperoleh
pengatahuan yang
benar tentang dunia ini. Kebenaran nalar dapat membantu untuk memperoleh
kebenaran faktual. Kebenaran nalar sebagai kebenaran yang
terdapat dalam logika dan matematika.
Kebenarannya di dasarkan pada penyimpulan deduktif. Kebenaran
nalar berbeda dengan kebenaran
faktual yang bersifat nisbi (hanya terlihat
ketika dibandingkan dengan yang lain, tidak mutlak dan
relatif) dan mentak
(mungkin, belum pasti), sedangkan kebenaran nalar bersifat
mutlak dan tidak
niscaya (tentu, pasti).
Kebenaran Menurut Thomas Aquinas
Dibedakan menjadi dua, yaitu:
A. Kebenaran Ontologis (Veritas Ontologica)
Merupakan kebenaran yang
terdapat dalam kenyataan, entah spritual atau
material, yang
meskipun ada kemungkinan untuk diketahui. Misalnya: kebenaran tentang adanya segala sesuatu
sesuai hakikatnya, kebenaran tentang adanya Tuhan, kebenaran tentang keabdian
jiwa.
B. Kebenaran Logis (Veritas Logica)
Kebenaran
yang terdapat dalam akal budi manusia si penahu, dalam bentuk adanya kesesuaian
antara akal budi dengan kenyataan.
Kedudukan Kebenaran
Platonis -> diletakkan dalam obyek atau kenyataan yang
diketahui.
Aristotelian -> subjek yang mengetahui. Kedudukannya juga lebih dekat dengan kehidupan
sehari-hari. Kenyataannya, pernyataan yang dianggap benar walaupun memang menjadi tempat
kedudukan kebenaran, namun hal itu hanya terjadi apabila kenyataan yang sesungguhnya tersingkap
didalamnya.
Kaum Eksistensial -> kebenaran (eksistensial) merupakan apa yang
secara pribadi berharga bagi
subyek konkrit yang
bersangkutan dan pantas untuk dipegang teguh dengan penuh kesetiaan.
Kebenaran Ilmiah -> bersifat eksternal
terhadap subyek, maka kebenaran eksistensial bersifat
internal terhadap subyek (secara langsung terlibat dalam perkara yang dinilai atau dipertaruhkan).
Kebenaran pada akhirnya berada dalam relasi antar subjek yang mengetahui dan objey yang
diketahui. Kebenaran sebagai ketersingkapnya kenyataan bagaimana adanya (tidak dapat disaksikan
sekaligus dan menyeluruh)
Kesalahan dan Kekeliruan
Kekeliruan adalah segala
sesuatu yang menyangkut tindakan kognitif subyek penahu sedangkan
kesalahan adalah hasil dari tindakan tersebut. Kekeliruan = menerima sebagai benar apa yang
dinyatakan salah atau menyangkal apa yang senyatanya benar. Muncul
akibat kegagalan dalam
mengidentifikasi bukti yang tepat, menganggap bukti
sudah mencukupi padahal belum atau
sebaliknya menganggap bukti belum cukup
padahal sudah. Dapat dikarenakan gegabah dalam
menegaskan putusan tentang suatu perkara.
Faktor yang Memungkinkan Terjadinya Kekeliruan
Kompleksitas / kekaburan perkara yang menjadi persoalan.
Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Kekeliruan:
1. Terburu - buru dan kurang perhatian.
2. Sikap takut salah yang berlebihan (menganggap belum cukup bukti untuk dapat menerima kebenaran yang sebenarnya sudah cukup).
3. Sikap terlalu gegabah dalam melangkah (terlalu cepat merasa cukup menegaskan benar atau salah).
4. Keracauan akibat kebingungan / frustasi.
5. Prasangka yang bias - bias (individu maupun sosial).
6. Keliru dalam penalaran atau tidak mematuhi aturan logika.
Sumber dari Kebenaran-2014
Wah cukup jelas dan lengkap yah sangat bermanfaat hehe nice tetep semangat yah :D
ReplyDeleteMakasih Lulu...semangat juga buat kamu =D
DeleteDari beberapa yang sudah dibaca, ini juga menarik nih artikelnya. :D
ReplyDeleteXD makasih
Delete