Monday, September 22, 2014

Logika Induktif & Logika Deduktif

INDUKSI
oleh Mikha Agus Widiyanto, S.Th.,M.Pd.
 

ž     Penalaran induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah
proposisi tunggal atau partikular tertentu untuk menarik kesimpulan yang umum
tertentu. Kesimpulan yang dianggap benar dan berlaku umum diambil atas dasar
fenomena, fakta atau data tertentu yang dirumuskan dalam proposisi tunggal tertentu.

ž    
Perhatikan dan pelajari contoh berikut ini:
        Saya bertemu dengan seorang bapak. Tak lama kemudian dia mendekatiku dan meminta sedekah (mengemis). Saya perhatikan bapak tersebut mempunyai ciri-ciri tua, baju compang camping, serta badannya kotor dan bau. Di tempat lain, saya bertemu dengan seorang bapak lagi. Ketika saya amat-amati ternyata ciri-cirinya sama dengan bapak yang pertama. Pengalaman ini terjadi sampai tiga kali. Akhirnya, saya melihat seorang bapak dengan ciri-ciri seperti di atas, yaitu tua, baju compang camping, badan kotor dan bau, maka saya langsung mengambil kesimpulan bahwa bapak tersebut pasti seorang pengemis. Kesimpulan ini saya ambil karena saya menyimpulkan bahwa semua orang dengan ciri-ciri tersebut pasti pengemis. Inilah cara berpikir induksi.   
      
     Bila melihat pada contoh yang diatas, untuk melahirkan sebuah kesimpulan umum
diawali dengan mengkaji / meneliti / mengamati beberapa fenomena dan 
mengumpulkan berbagai data kemudian dievaluasi.
      Meskipun kesimpulannya diambil secara berpikir induksi (dapat sah dan dianggap benar
serta berlaku umum) tapi kebenarannya (hukum/teori ilmiah) masih dianggap bersifat
sementara. Hal ini disebabkan karena ciri dasar berpikir induksi adalah selali tidak lengkap. 
     Dalam kegiatan ilmiah, biasanya peneliti berkerja berdasarkan pengamatan dan data 
yang sangat terbatas. Peneliti biasanya hanya menggambil beberapa data yang dianggap
mewakili, karena data yang relevan jumlahnya tidak terbatas, di satu pihak penalaran
induksi memiliki persamaan dengan deduksi, yaitu kedua-duanya mendasari argumentasi
argumentasinya dari premis-premis yang mendukung kesimpulan.  
      Perbedaan mendasarnya, argumentasi dalam penalaran induksi yang tepat akan
mempunyai premis-premis yang benar, namun kesimpulannya dapat salah. Disebabkan
karena argumentasi dalam penalaran induksi tidak membuktikan bahwa kesimpulan itu
benar. 
     Premis hanya menetapkan bahwa kesimpulan berisi suatu kemungkinan, sebab premis
hanya mengandung sebagain dari bukti atau data yang dibutuhkan kesimpulan.
Akibatnya, argumentasi argumentasi yang terdapat dalam penalaran induksi tidak dinilai
sebagai valid (sahih) atau invalid (tidak sahih), melainkan berdasarkan
probabilitas.Kesimpulan dari argumentasi induktif berupa pernyataan umum yang
didasarkan pada premis-premis mengenai sampel-sampel khusus. žDengan kata lain, bentuk
penalaran induksi didasarkan pada sampling dari banyak kasus individual.Karena itu,
argumentasi induksi akan menjadi lebih kuat apabila jumlah kasus individualnya
meningkat.

Ciri - Ciri Penalaran Induksi:


1.Premis-premis dalam penalaran induksi merupakan proposisi empiris yang
berhubungan langsung dengan observasi indera. Indera menangkap dan akal
menerima.
2.Kesimpulan dalam penalaran induksi lebih luas dari pada apa yang dinyatakan di
dalam premis-premisnya. Karena itu, pikiran tidak terikat untuk menerima kebenara
kesimpulannya. Jadi menurut kaidah-kaidah logika penalaran ini tidak sahih.
3.Meskipun kesimpulan induksi itu tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal
akan menerimanya, kesuali apabila ada alasan untuk menolaknya. Jadi dapat dikatakan
bahwa kesimpulan induksi itu memiliki kredibilitas rasional yang disebut probabilitas.
   
Generalisasi Induktif:
> Genaralisasi induktif merupakan proses penalaran berdasarkan pengamatan atas
   sejumlah gejala atau  sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai
   semua.
> Dapat dikatakan juga sebagai bentuk penalaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang
   bersifat khusus atau premis ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
> Proses induksi dapat dibedakan menjadi generasilasi induksi, analogi induktif dan
   hubungan sebab akibat. 
> Prinsipnya adalah “ apa yang diterjadi beberapa kali dapat diharapkan akan selalu
  terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi”. 
>žKesimpulan dalam generalisasi itu hanya suatu harapan, kepercayaan, karena konklusi
  penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya
  berupa suatu probabilitas atau peluang.    


Syarat Generalisasi yang Harus Diperhatikan:

1.Generasilasi tidak terbatas secara numerik
Artinya generalisasi tidak boleh terikat pada jumlah
tertentu.

2.Generalisasi tidak terbatas secara “spasio-temporal”.
Artinya generalisasi tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi berlaku di mana
saja dan kapan saja.

3.Generalisasi harus dapat dijadikan dasar
pengandaian.  
Misalnya, ada fakta bahwa anak SMA itu berbeda dengan mahasiswa. Apabila ditemukan
fakta bahwa anak SMA sering membolos, mencontek saat ujian, suka tawuran dan tidak
dapat diatur. Seandainya mahasiswa mempunyai sifat yang sama, maka dapat disimpulkan
bahwa mahasiswa itu sama dengan anak SMA.
Analogi Induktif
     Analogi adalah berbicara mengenai dua hal yang berlainan dan dua hal yang berlainan
tersebut dibandingkan dan melihat aspek persamaannya dari kedua hal tersebut.Maka bisa
dibilang analogi adalah persamaan di antara dua hal yang berbeda. 
   Analogi dalam penalaran adalah analogi induktif artinya suatu proses penalaran untuk
menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran
gejala khusus lainnya yang memiliki sifat-sifat esensial yang sama.Yang terpenting adalah
apakah persamaan yang dipakai sebagai dasar kesimpulan sungguh-sungguh merupakan
 ciri-ciri esensial yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
 Kesimpulannya tidak bersifat universal melainkan khusus. 
Prinsip Dasar Penalaran Analogi Induktif:
Karena hal d analog dengan a, b, c, maka apa yang berlaku bagi a, b, dan c dapat
diharapkan berlaku juga untuk d.”  
Contoh: 
Mangga I   : kuning, besar, matang ternyata manis 
žMangga II  : kuning, besar, matang ternyata manis 
žMangga III : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga IV : kuning, besar, matang
Kesimpulannya : mangga ke IV tentu manis juga. 
   Berbeda dengan generalisasi induktif, di mana kesimpulannya selalu berupa proposisi
universal, kesimpulan analogi induktif tidak selalu berupa proposisi universal, melainkan
tergantung dari subyek-subyek yang dibandingkan.  
   žSubyek-subyek itu yang dapat bersifat individual, partikular maupun universal. Akan
tetapi sebagai penalaran induktif, konklusinya lebih luas dari premis-premis.   
Faktor Probabilitas
   Kebenaran kesimpulan dalam logika induktif, baik itu generalisasi maupun analogi
induktif bersifat tidak pasti
ž    Hal ini dikarenakan kebenarannya bersifat masih kemungkinan. Artinya kebenaran
kesimpulan induksi selalu terkait dengan tinggi rendahnya probabilitas. 
    žProbabilitas adalah keadaan pengetahuan antara kepastian dan kemungkinan.
Misalnya, kesimpulan bahwa “semua manusia akan mati” adalah kesimpulan yang pasti
benar hanya jika menunjuk pada mereka yang telah mati. Tinggi rendahnya probabilitas
kesimpulan induktif dipengaruhi beberapa faktor, di antara faktor fakta,faktor analogi,
faktor disanalogi dan faktor luas konklusi. 
     Faktor fakta berkenaan dengan prinsip “semakin besar jumlah fakta yang dijadikan
dasar penalaran induktif, akan semakin tinggi pula probabilitas konklusinya, dan
sebaliknya 
     žFakta analogi berkenaan dengan prinsip “Semakin besar jumlah faktor analogi di dalam
premis, akan semakin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Yang dimaksud
dalam hal ini adalah faktor kesamaan.
    Fakta disanologi terkait dengan prinsip “semakin besar faktor disanologi di dalam
premis, akan semakin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya”. Yang dimaksud
dengan faktor disanologi adalah faktor ketidaksamaan. 
ž    Faktor luas konklusi terkait prinsip “Semakin luas konklusinya, semakin rendah
probabilitasnya dan sebaliknya”.  
 
Kesesatan Generalisasi / Analogi
     Selain faktor objektif, tinggi rendahmya probabilitas suatu penalaran juga dipengaruhi faktor - faktor subjektif yang biasanya muncul dalam penalaran seseorang tanpa disadari keberadaannya. Ketidaksesuaian dengan kaidah penalaran membawa manusia mengalami kesesatan (fallacy).

Faktor yang Menyebabkan Kesesatan Dalam Penalaran Induktif:
1. Tergesa - gesa
2. Ceroboh
3. Prasangka 

Hubungan Sebab Akibat
    Seringkali dikaitkan bahwa keadaan yang terjadi(akibat) disebabkan oleh keadaan atau
kejadian lainnya (sebab). Juga merupakan suatu hubungan intrinsik/ hubungan asasi.
     Prinsip umumnya menyatakan bahwa "suatu peristiwa disebabkan oleh sesuatu". 
Hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa dapat terjadi dalam tiga pola, yaitu: 
žPola dari sebab ke akibat 
žPola dari akibat ke sebab 
Pola dari akibat ke akibat
DEDUKSI
   Penalaran deduktif ini selalu diungkapkan dalam bentuk silogisme. Silogisme adalah
suatu bentuk argumentasi yang bertitik tolak pada premis-premis dan dari premis-premis
itu ditarik suatu kesimpulan. Maksud dari premis-premis itu untuk memberikan bukti
bahwa kesimpulan itu benar. Premis-premis dari suatu argumentasi deduktif yang tepat
berisi semua bukti yang dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran suatu
kesimpulan. Benar salahnya kesimpulan deduktif berdasarkan rujukan realitas,
argumentasi-argumentasi deduktif yang memiliki kekhasan tersendiri. žArgumentasi
argumentasi deduktif dinilai lebih berdasarkan atas sahih (valid) atau tidak sahih (invalid).
   Apa yang dimaksud dengan kebenaran premis? žPremis dianggap “benar” apabila sesuai
dengan realitas. Sebaliknya premis dianggap “salah” apabila tidak sesuai dengan realita.  
Ciri - Ciri Silogisme:
1.Semua pernyataannya (proposisi) adalah proposisi kategoris. 
2.Terdiri dari dua premis dan sebuah kesimpulan. 
3.Dua premis dan satu kesimpulan secara bersama-sama memuat tiga term (kata) yang
   berbeda dan masing-masing trem tampak di dalam dua dari tiga proposisi.  
Premis Mayor: Setiap cendekiawan adalah kaum intelektual 
žPremis Minor: Psikolog adalah cendekiawan
Konklusi: Jadi, Psikolog adalah kaum intelektual.
   
    Argumentasi tersebut dinamakan silogisme karena argumentasi tersebut terdiri dari 3
 ciri tersebut ždi mana proposisi hubungan antara subyek dan predikat bersifat langsung,
tanpa syarat. Dengan kata lain pengakuan predikat terhadap subyek bersifat langsung.
Pengakuan predikatkaum intelektualterhadap subyeksetiap cendekiawanbersifat
langsung. Silogisme terdiri dari ketiga term yang berbeda , serta masing-masing term
muncul dalam dua dari tiga proposisi. Misalnya, term mayor “kaum intelektualterdapat
baik pada premis mayor maupun dalam kesimpulan. Term minor, yaituPsikolog”,
terdapat di premis minor dan kesimpulan. Dan term menengah (term penghubung kedua
premis) yaitucendekiawanterdapat di premis mayor maupun premis minor.


     

sumber dari power point (IV) Logika Induktif dan (IV) Logika Deduktif
 





 


ž

4 comments: